BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini sangat berpengaruh pada masyarakat Indonesia, terutama pada Sistem Informasi Geografis (SIG) yang banyak memperoleh perhatian masyarakat. Karena dengan SIG kita dapat mengetahui banyak hal yang ada di permukaan bumi ini. Terutama di bidang pertanian, kehutanan, kelautan serta masih banyak lagi bidang – bidang yang lainnya. Pada bidang pertanian kita dapat melihat kesesuaian lahan pada daerah tertentu. Kesesuaian lahan pada tanaman padi sangat perlu diperhatikan karena padi adalah makanan pokok masyarakat Indonesia.
Data kesesuaian lahan Lombok Barat yang diperoleh, mendapatkan bahwa penelitian kesesuaian lahan untuk tanaman padi sudah dilakukan oleh Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan adanya data ini maka petani dapat mengetahui lahan mana yang cocok untuk komoditas tanaman–tanaman pertanian, terutama pada komoditas tanaman padi di Lombok Barat.Tabel 1.1 Data Kesesuaian Lahan Di Lombok Barat.
Sumber : Made Wisnu Wiyasa (BPTP), 2000.
Data kesesuaian lahan Lombok Barat pada table 1.1 sudah terpetakan sehingga dapat mempermudah menganalisa kesesuaian lahan untuk semua jenis tanaman khususnya tanaman padi sawah irigasi. Demi tercapainya, area kesesuaian lahan untuk tanam padi per-kecamatan Lombok Barat diperlukan sebuah metode untuk menganalisa data spasial. Metode analisa spasial adalah metode yang digunakan untuk menganalisa data spasial. Informasi yang dihasilkan dari analisa spasial kesesuaian lahan per-kecamatan Lombok Barat berupa area yang sangat sesuai (S1), agak sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N).
Problematika yang dihadapi oleh penulis, adalah untuk menganalisa peta eval.shp dan peta administrasi kecamatan dengan metodelogi analisa spasial. Data eval.shp dan peta administrasi kecamatan di peroleh dari kantor BPTP. Lombok Barat merupakan object dari penulisan skripsi ini, karena di daerah Lombok Barat masih banyak lahan yang digunakan untuk lahan pertanian sehingga diperlukan analisa spasial untuk memperoleh area tanam yang tepat untuk komoditas padi sawah irigasi.
Hasil dari pengerjaan skripsi ini yaitu berupa analisa spasial dari dua peta yang akan digabungkan untuk memperoleh area tanam untuk padi sawah irigsi per-kecamatan Lombok Barat. Dalam analisa spasial kesesuaian lahan ini dapat menghasilkan informasi berupa S1, S2, S3, dan N untuk tanaman padi per-kecamatan yang ada di Lombok Barat.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang timbul yaitu berupa cara – cara untuk mengetahui area tanam padi per-kecamatan di Lombok Barat dengan menggunakan metode analisa spasial. Informasi spasial yang diharapkan adalah area kesesuaian lahan tanam padi berdasar katgori S1, S2, dan S3.
1.3 Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang lebih spesifik dalam pengkajian tugas akhir ini yaitu :
1. Daerah penelitian yang dilakukan di Lombok Barat, pada kantor BPTP.
2. Data yang digunakan berupa data vector.
3. Adapun input data spasial berupa :
– Peta Eval.shp
– Peta Administrasi Kecamatan
4. Peta yang kami gunakan adalah peta yang ber-type (.shp).
5. Peta administrasi kecamatan.shp, peta eval.shp dan adalah peta yang telah diteliti oleh BPTP.
6. Ada pula peta administrasi kecamatan yang ber-type (.jpg) yang diperoleh dari CV. Surya Perdana Konsultan.
7. Jenis tanaman padi yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini yaitu padi sawah irigasi.
8. Pada skripsi ini tidak membahas tentang varietas padi.
9 . Pada analisis spasial ini dapat menginformasikan daerah yang S1, S2, S3 dan N di daerah per-kecamatan di kabupaten Lombok Barat.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1.4.1 Tujuan Penulisan
Penyusunan analisa spasial ini bertujuan untuk menyusun informasi tematis kesesuaian lahan S1, S2, dan S3 untuk menanam padi, yang hasilnya berupa peta tematis lahan tanam padi per-kecamatan di kabupaten Lombok Barat.
1.4.2 Manfaat Penulisan
Penyusunan analisa spasial ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Penulis dapat mengetahui informasi yang dihasilkan dari analisa spasial kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah irigasi per-kecamatan Lombok Barat.
2. Dapat memberikan kemudahan pada team penyuluhan pertanian untuk memberikan informasi kesesuaian lahan per-kecamatan Lombok Barat pada masyarakat petani.
3. Dapat membantu para investor untuk mengetahui kesesuaian lahan S1, S2, S3, dan N untuk tanaman padi per-kecamatan di Lombok Barat.
4. Pada Dinas Pertanian Lombok Barat mempunyai peta tematis kesesuaian lahan untuk menginformasikan lahan S1, S2, S3, dan N untuk tanaman padi bagi petani ataupun investor.
5. Para investor pertanian padi dapat dengan mudah mengetahui luas area S1, S2, S3 dan N untuk masing–masing kecamatan di Lombok Barat.

1.6 Sistematika Penulisan
Rancangan penulisan untuk skripsi ini dapat dilihat dibawah ini :
1.6.1 Bab I Pendahuluan
Membahas tentang latar belakang pembuatan skripsi, tujuan dan manfaat, perumusan masalah, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
1.6.2 Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini membahas tentang teori yang membahas tentang SIG dan referensi yang dibutuhkan untuk pengkajian pembuatan skripsi ini.
1.6.3 Bab III Metodelogi & Perancangan Analisa Spasial
Dalam bab ini memberikan gambaran metodelogi dan rancangan analisa spasial serta rancangan design implementasi yang digunakan untuk pembuatan skripsi ini.
1.6.4 Bab IV Implementasi
Dalam bab ini memberikan gambaran tentang analisis dari masalah–masalah yang berkaitan dengan kesesuaian lahan pada komoditas padi dan menyajikan dalam implementasi.
1.6.5 Bab V Penutup
Berisikan tentang kesimpulan dari pengkajian skripsi secara ringkas dan jelas dan memberikan saran-saran untuk penyempurnaan dari pengkajian skripsi ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi
Geografi adalah ilmu tentang lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi (Wikipedia,2007). Kata geografi berasal dari bahasa yunani yaitu gê (“Bumi”) dan graphein (“menulis”, atau “menjelaskan”) (Wikipedia,2007).
Dengan melihat unsur – unsur pokoknya, maka jelas Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan salah satu dari sistem informasi, dengan tambahan unsur “geografi” maka SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur “Informasi Geografis”.
Dengan memperlihatkan pengertian sistem informasi, maka SIG merupakan kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan object – object yang terdapat di permukaan bumi. Jadi pegertian dari SIG itu sendiri adalah sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi berikut atribut – atributnya yang berhubungan dengan posisi – posisi yang ada pada permukaan bumi (Prahasta,2005).

2.2 Data Spasial
Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Informasi lokasi atau informasi spasial.
Contoh yang umum adalah informasi lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.
2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial.
Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengan jenis vegetasi, populasi dan sebagainya (Puntodewo,2003).
2.2.1 Format Data Spasial
Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
1. Vektor
Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/point (node yang mempunyai label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
Gambar 2.1 Data Vektor (Puntodewo,2003).
2. Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya (Puntodewo,2003).
Gambar 2.2 Data Raster (Puntodewo,2003).
2.2.2 Sumber Data Spasial
Sebagaimana telah kita ketahui, SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Menurut (Puntodewo,2003) sumber data tersebut antara lain adalah :
1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dan sebagainya.)
Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin dsb. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor.
2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dan sebagainya).
Data pengindraan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
3. Data hasil pengukuran lapangan.
Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri.
4. Data GPS.
Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vector.
2.2.3 Sistem Pemasukan Data
Pemasukkan data spasial menurut (Puntodewo,2003) dari sumber – sumber di atas ke dalam SIG, antara lain:
1. Digitasi
2. Penggunaan GPS
3. Konversi dari sistem lain
2.2.4 Fungsi Analisis
Kemampuan SIG dapat juga dikenali dari fungsi – fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Fungsi analisis spasial terdiri dari :
1. Reclassify) : Fungsi ini mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru yang menggunakan kriteria tertentu.
2. Network : Fungsi ini merujuk data spasial titik (point) atau garis (line) sebagai jaringan yang tidak terpisahkan.
3. Overlay : Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya. Selain overlay ada pula pemrosesan data spasial dengan teknik seperti yang didefinisikan oleh (Esri,2002) dalam karya ilmiah (Pribadi, 2008) yaitu sebagai berikut :
a. Clip : Perpotongan suatu area berdasarkan suatu referensi.
b. Intersect : Perpotongan dua area yang memiliki kesamaan karakteristik dan kriteria.
c. Buffer : Menambahkan area di sekitar obyek spasial tertentu
d. Query : Seleksi berdasar Kriteria tertentu.
e. Union : Penggabungan atau kombinasi dua area spasial beserta atribut yang berbeda menjadi satu atribut.
f. Merge : Penggabungan dua data atau lebih menjadi feature spasial.
g. Dissolve : Menggabungkan beberapa nilai berbeda berdasar pada atribut tertentu.
4. Bufferring : Fungsi ini menghasilkan data spasial yang baru yang berbentuk polygon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya.
5. 3D Analysis : Fungsi ini terdiri dari sub – sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang 3D.
6. Digital image processing : (pengelolaan citra digital), fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan data raster (Prahasta,2005).

2.3 Metodelogi Analisa spasial
Metodelogi yang digunakan adalah metodelogi analisa spasial atau yang disebut juga dengan pemprosesan geoprocessing. Geoprocessing merupakan fasilitas yang digunakan untuk mengolah data spasial pada software arc view 3.3.
Pengolahan data spasial menggunakan metode ini berdasarkan pada table yang ada pada peta. Penggabungan dua theme atau lebih yang dapat menghasilkan theme baru maka disebut juga dengan pemrosesan data spasial. Analisa data spasial pada thame baru mampu menghasilkan informasi baru yang sangat bermanfaat.
Analisa spasial mampu menganalisis hubungan spasial antar object. Melalui analisis data spasial kita dapat melakukan hal – hal yang sederhana seperti menampilkan dan query data sampai pada hal yang kompleks (Nuarsa,2005).

2.4 Gambaran Umum Pulau Lombok Barat
2.4.1 Letak Geografi
Menurut (BPTP,2007) Secara astronomis kabupaten Lombok Barat terletak antara 115°46’ – 116°28’ bujur timur dan 8°12’ – 8°55’ lintang selatan. Batas administrasi sebelah utara yaitu Laut Jawa, sebelah selatan Samudera Indonesia, sebelah barat Selat Lombok serta sebelah timur Kabupaten Lombok Tengah dan Timur.
2.4.2 Relief
Parameter fisik lingkungan sumber daya lahan yang digunakan sebagai pembeda zonasi utama dalam sistem pakar ialah relief yang tercermin dalam kisaran kelas kelerengan. Berdasarkan zonasi utama tersebut suatu wilayah dikelompokkan menjadi 4 zona, yaitu :
Tabel 2.1 : Pengelompokan Zonasi Wilayah Lobar (BPTP,2007).
Pengelompokan kelas lereng tersebut didapat dari interpretasi citra (foto udara) dengan alat pembantu Paralaks (untuk mengukur beda tinggi) dan dilengkapi dengan peta kontur (peta topografi skala 1 : 25.000). Rumus penentuan besarnya lereng adalah perbedaan tinggi (garis kontur) dibagi panjang (jarak datar) kali 100 = % lereng. Berdasarkan rumus tersebut maka untuk lereng <8% di peta untuk lereng 8 – 15% adalah 0.667 – 1.25 cm atau 1.667 – 312.5 m di lapangan, untuk lereng > 40% adalah < 0.25 cm atau < 62.5 m dilapangan.
Daerah dengan lereng < 3% dengan jenis tanah gambut termasuk zona V, jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi termasuk zona IV sedangkan jenis tanah yang berkembang dari pasir kwarsa dikelompokkan ke dalam zona VII.
Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 7 zona agro ekologi sebagai berikut :
1. Zona I adalah wilayah dengan lereng > 40% dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
2. Zona II adalah wilayah dengan lereng 15 – 40% dengan tipe pemanfaatan adalah perkebunan (Budi Daya Tanaman Tahunan).
3. Zona III adalah suatu wilayah dengan lereng 8 – < 15% dengan tipe pemanfaatan adalah pertanaman sistem lorong (Alley Cropping).
4. Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 – < 8 % dengan tipe pemanfaatan adalah tanaman pangan.
5. Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah gambut dengan tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman hotikultur (gambut dangkal dengan ketebalan ≤ 2 m) atau kehutanan (gambut dalam ketebalan > 2 m).
6. Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng < 8% dengan jenis tanah yang mengandung sulfat yang tinggi (sulfat masam)atau kandungan garam yang tinggi dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
7. Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 8% dengan jenis tanah yang berkembang dari tanah kuarsa dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan (BPTP,2007).
2.4.3 Kelembaban Tanah
Menurut (BPTP,2007) kelembaban tanah dibedakan menjadi :
– Kelembaban Lembab (x) apabila penampang control tanah dalam keadaan kering sama dengan atau kurang dari 3 bulan (< 90 hari) dalam tahun normal, yaitu termasuk kelembaban tanah aquic, peraquic, udic dan perudic.
– Kelembaban agak kering (y) apabila penampang control apabila penampang kontrol tanah dalam keadaan kering antara 3 sampai dengan 6 bulan (90 sampai 180 hari) dalam tahun – tahun normal, yaitu termasuk rejim kelembaban tanah Ustic.
– Kelembaban Kering (z) apabila penampang kontrol tanah dalam keadaan kering lebih dari 6 bulan (> 180 hari) dalam tahun-tahun normal, yaitu yaitu termasuk rejim kelembaban tanah Aridic.
2.4.4 Suhu
Suhu dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu suhu panas (isohipertermik) di mana suhu tanah pada penampang kontrol (kedalaman 50 cm dari permukaan) > 22 °C (a dan b1), suhu tanah sejuk (isotermik) di mana suhu tanah 15 °C sampai 22 °C (b2), dan suhu dingin (isomesik) yaitu suhu tanah 8 °C sampai 15 °C (b3). Suhu tanah di daerah tropik dengan perbedaan rerata suhu tanah terpanas dan terdingin kurang dari 6°C termasuk kelompok iso (Soil Survey Staff, 1998) (BPTP,2007).

2.5 Evaluasi Lahan
2.5.1 Karakteristik Lahan
Berikut merupakan karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan :
Tabel 2.2 Karakteristik Lahan
Keterangan :
– Temperatur Udara : Temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam (°C).
– Curah Hujan : Curah hujan rerata tahunan (mm).
– Lamanya Masa Kering : Jumlah bulan kering berturut – turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 (mm).
– Kelembaban Udara : Kelembaban udara rerata tahunan (%).
– Drainase : Pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah.
– Tekstur : Menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm.
– Kedalaman Tanah : Dalamnya lapisan tanah (cm) yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang di evaluasi.
– Ketebalan Gambut : Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik, fibrik, makin banyak seratnya menunjukan belum matang / mentah (fibrik).
– KTK Liat : Menyatakan kapasitas tukar kation dari faksi liat.
– Kejenuhan Basa : Jumlah basa (NH4OAc) dalam 100g contoh tanah.
– Reaksi tanah (pH) : Nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dangan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan.
– C – Organik : Kandungan karbon orgnik dalam tanah.
– Salinitas : Kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.
– Alkalinitas : Kandungan natrium dapat di tukar.
– Kedalaman Bahan Sulfidik : Dalamnya Bahan Sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik.
– Lereng : Menyatakan kemiringan lahan diukur dengan %.
– Bahaya Erosi : Bahaya erosi diprediksi dengan menperhatikan adanya erosi lemnar permukaan (sheet erosion), erosi alur (real erosion), dan erosi parit (gully erosion) atau dengan memperhatikan permukaan tahah yang hilang (rata – rata) per tahun.
– Genangan : Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama 1 tahun.
– Batuan di Permukaan : Volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah / lapisan olah.
– Singkapan Batuan : Volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah.
– Sumber Air Tawar : Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu.
– Amplitudo Pasang – Surut : Perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter).
– Oksigen : Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman / ikan.
2.5.2 Persyaratan Penggunaan Lahan
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, perternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan – persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut terdiri atas energi radiasi, temperature, kelembaban, oksigen dan hara. Persyaratan temperature dan kelembaban umumnya digabungkan dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsentrasi tanah serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang).

2.6 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
2.6.1 Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Berdasarkan pembagian zonasi hasil tumpang tepat tersebut dilakukan karakterisasi lahan untuk mendapatkan karakteristik lahan dan identifikasi persyaratan penggunaan lahan yang berpengaruh terhadap tipe penggunaan lahan. Selanjutnya dilakukan evaluasi lahan untuk tipe penggunaan lahan yang ada dan / atau alternatifnya, sehingga dihasilkan komoditas atau tipe penggunaan lahan unggulan pada setiap satuan lahan.
Kelas kesesuaian lahan secara fisik yang mencerminkan tingkatan kelas berdasarkan kepekaan terhadap faktor pembatas dibedakan atas 4 kelas. Kelas kesesuaian lahan secara fisik dan pengertiannya disajikan pada Tabel yang ada dibawah ini :
Tabel 2.3 Kelas Kesesuaian Lahan Secara Kualitatif Dan Pengertiannya (BPTP,2007).
Kelas Simbol Nama Pengertian
1 S1 Sangat sesuai Tanpa atau sedikit pembatas untuk penggunaannya
2 S2 Cukup sesuai Tingkat pembatas sedang untuk penggunaannya
3 S3 Sesuai marjinal Tingkat pembatas berat untuk penggunaannya
4 N Tidak sesuai Penggunaannya tidak memungkinkan
Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara antara lain, dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hokum minimum yaitu mencocokkan (matching) antara kwalitas lahan dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan Kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang di evaluasi.
Stuktur klasifikassi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatan yaitu sebagai berikut :
Ordo : Keadaan Kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).
Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas yaitu lahan S1, S2 dan S3. Sedangkan lahan yang tergolong ordo N tidak di bedakan ke dalam kelas – kelas.
Kelas S1, sangat sesuai : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak mereduksi produktifitas secara nyata.
Kelas S2, cukup sesuai : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
Kelas S3, sesuai marginal : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan foktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak dari pada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatisi factor pembatas pada S3 memerlukan modal yang tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut maka petani tidak dapat mengatasinya.
Kelas N, Tidak Sesuai : Lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai factor pembatas yang sangat berat dan atau sulit di atasi.
SubKelas : Keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kwalitas dan karakteristik lahan yang menjadi factor pembatas terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya diatasi jumlahnya maksimum 2 pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas pada masing – masing subkelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini dapat memperbaikidan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan (Badan Litbang Pertanian, 2003).
2.6.2 Macam Kesasuaian Lahan
Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan yaitu : kesesuaian lahan kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang tanpa perhitungkan yang tepat baik biaya atau modal keuntungan dan hanya didasarkan pada lahan fisik saja. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, seperti input – output atau cost benefit (Badan Litbang Pertanian, 2003).

2.7 Tanah
Menurut (BPTP,2007) Tanah di daerah penelitian sebagian besar, baik bahan maupun sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas G. Rinjani. Bahan yang dihasilkan oleh letusan G. Rinjani ada yang berupa bahan halus (lapili) dan ada yang berupa bahan kasar (bom). Keduanya bersifat intermedier sampai basis. Bahan batuan kukuh berupa batu besar atau boulder andesitik dan/atau basaltik ditemukan pada aliran lahar dan / atau lava. Endapan pasir pantai terdiri dari pasir volkan. Adanya tutupan lahar oleh boulder batuan andesit di sebagian areal yang mencapai lebih dari 50% berpengaruh terhadap efektif area yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian, termasuk manajemennya.
Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Taksonomi (1998) Beserta Padanannya Menurut Sistem
FAO (1989) Dan PPT (1983) (BPTP,2007).

Klasifikasi taksonomi tanah (1998) pada tingkat
Padanan tanah menurut
Ordo Subordo Greatgrup Subgrup PPT 1983 FAO 1989
Alfisols Udalfs Hapludalfs Typic Hapludalfs Mediteran Haplik Haplic Luvisols
Ustalfs Haplustalfs Typic Haplustalfs Mediteran Haplik Haplic Luvisols
Andisols Vitrands Ustivitrands Lithic Ustivitrands Andosol Litik Vitric Andosols
Humic Ustivitrands *) Andosol Humik Umbric Andosols
Typic Ustivitrands Andosol Haplic Haplic Andosols
Ustands Haplustands Typic Haplustands *) Andosol Haplic Haplic Andosols
Entisols Aquents Endoaquents Sulfic Endoaquents Gleisols Tionik Thionic Gleysols
Epiaquents Aeric Epiaquents Gleisol Eutrik Eutric Gleysols
Fluvaquents Aeric Fluvaquents Gleisol Distrik Dystric Gleysols
Hydraquents Typic Hydraquents Gleisol Distrik Dystric Gleysols
Fluvents Ustifluvents Typic Ustifluvents Aluvial Eutrik Eutric Fluvisols
Udifluvents Typic Udifluvents Aluvial Eutrik Eutric Fluvisols
Psamments Ustipsamments Typic Ustipsamments Regosol Eutrik Eutric Regosols
Udipsamments Typic Udipsamments Regosol Eutrik Eutric Regosols
Orthents Udorthents Lithic Udorthents Litosol Lithic Leptosols
Typic Udorthents Litosol Lithic Leptosols
Ustorthents Lithic Ustorthents Litosol Lithic Leptosols
Vitrandic Ustorthents Regosol Eutrik Eutric Regosols
Typic Ustorthents Regosol Eutrik Eutric Regosols
Inceptisols Aquepts Epiquepts Aeric Epiaquepts Kambisol Eutrik Eutric Gleysols
Vertic Epiaquepts Kambisol Eutrik Eutric Cambisols
Typic Epiaquepts Kambisol Eutrik Eutric Cambisols
Endoaquepts Sulfic Endoaquepts Kambisol Eutrik Eutric Gleysols
Ustepts Haplustepts Aquic Haplustepts *) Kambisols Gleiik Gleyic Cambisols
Vitrandic Haplustepts Andosol Vitrik Vitric Andosols
Lithic Haplustepts Kambisol Eutrik Eutric Cambisols
Vertic Haplustepts Kambisol Vertik Vertic Cambisols
Typic Haplustepts Kambisols Eutrik Eutric Cambisols
Udepts Hapludepts Aquic Hapludepts Kambisol Eutrik Eutrik Cambisols
Lithic Hapludepts Kambisol Eutrik Eutrik Cambisols
Vitrandic Hapludepts Kambisol Andik Andk Cambisols
Vertic Hapludepts Kambisol Vertik Vertic Cambisols
Typic Hapludepts Kambisol Eutrik Eutric Cambisols
Vertisols Aquerts Epiaquerts Typic Epiaquerts Grumosol Haplik Eutrik Vertisols
Usterts Haplusterts Typic Haplusterts Grumusol Haplic Eutric Vertisols
Keterangan: *) Merupakan tanah inklusi.

2.8 Persyaratan Tumbuh Untuk Padi sawah Irigasi
Tabel 2.5 Persyaratan Tumbuh Padi Sawah Irigasi (Oryza Sativa) (Badan Litbang Pertanian,2003).
2.9 Esri Arc View 3.3
Arc view adalah salah satu perangkat lunal SIG yang paling popular dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Software ini dibuat oleh ESRI (Environmental Sistems Research Institute) perusahaan yang mengembangkan program arc/info. Dengan arc view kita dengan mudah dapat melakukan input data, menampilkan data, mengelola data , menganalisis dat, membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis.
Dari struktur dat yang telah dibahas di atas, arc view lebih memfokuskan perhatian pada stuktur data vector. Namun demikian, arc view juga mempunyai kemampuan untuk menganalisis data berasis Raster (grid dan citra pengindraan jauh) (Nuarsa,2005).

BAB III
METODOLOGI & PERANCANGAN ANALISA SPASIAL

3.1 Metodologi Analisa Spasial
Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini yaitu Metode analisis spasial. Metodelogi analisis spasial digunakan untuk melakukan proses overlay pada peta yang telah diperoleh dari Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan metodelogi analisis spasial dapat menyajikan informasi dari hasil pemprosesan yang dilakukan. Informasi yang akan dihasilkan berupa lahan sangat sesuai (S1), agak sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N) per-kecamatan yang ada di Lombok Barat.
Pada gambar 3.1 di bawah ini peta yang penulis peroleh dari BPTP adalah peta kesesuaian lahan Lombok Barat dan peta administrasi kecamatan Lombok Barat. Proses pengeditan dilakukan pada peta administrasi kecamatan karena pada peta administrasi kecamatan yang penulis peroleh mempunyai banyak perubahan sehingga diperlukan pengeditan data spasial. Peta administrasi kecamatan yang telah dilakukan editing dan peta kesesuaian lahan, kemudian dilakukan registrasi data spasial dan manipulasi data spasial berupa query dan intersect. Sehingga memperoleh spasial kesesuaian lahan S1, S2, S3 dan N.
Gambar 3.1 Metodelogi Analisa Spasial

3.2 Teknik Pengambilan Data
1. Wawancara
Pada teknik wawancara ini penulis memberikan pertanyaan – pertanyaan pada tim penelitian kesesuaian lahan yang berhubungan dengan kesesuaian lahan di Lombok Barat dan menanyakan analisa pemrosesan data spasial. Dari hasil wawancara penulis mendapatkan bahwa analisa pemprosesan data spasial yang dilakukan pada BPTP tidak menggunakan software untuk menganalisa kesesuaian lahan tapi dengan menggunakan penelitian yang telah dilakukan. Selain itu penulis mendapatkan pengetahuan baru tentang pertanian dan juga sebagai dasar untuk merancang sebuah analisa pemprosesan analisa data spasial.
Dari hasil wawancara yang telah penulis terima yaitu berupa penulis mendapatkan buku – buku yang berkaitan dengan bahan skripsi penulis serta bahan – bahan yang dibutuhkan untuk pengerjaan tugas akhir ini. Ada pula pertanyaan – pertanyaan yang penulis ajukan yaitu sebagai berikut :
– Peta jenis tanah , peta land use, peta administrasi.
– Field – field yang ada pada data yang telah diberikan.
– Laporan – laporan hasil penelitian kesesuaian lahan.
– Kriteria – kriteria yang digunakan untuk padi sawah irigasi.
– Maksud isi dari data spasial.
2. Dokumentasi
Pada teknik dokumentasi ini penulis memperoleh data peta yang ber-type (.shp) dan juga laporan penelitian kesesuaian lahan di Lombok Barat. Data yang diperoleh dari teknik dokumentasi ini akan digunakan sebagai input untuk bahan sebagai analisis spasial. Dengan adanya data ini sangatlah membantu penulis untuk menganalisa kesesuaian lahan per-kecamatan Lombok Barat.

3.3 Data Retrieval Dan Study
3.3.1 Data
Data yang digunakan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
 Data yang digunakan, data spasial Lombok Barat yang ber-type (.shp).
 Lokasi penelitian di daerah Lombok Barat.
 Data yang diperoleh dari BPTP Lombok Barat.
 Data spasial ini dikerjakan melalui proyek kelembagan penelitian dan pengembangan pertanian / ARMP Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2000 yang mengadakan penelitian zona agro ekologi di kabupaten Lombok Barat pada skala 1 : 50.000.
 Resolusi yang digunakan pada peta eval.shp, peta administrasi kecamatan mempunyai resolusi 1 : 50.000 pada tahun 2000 yang dikerjakan pada proyek kelembagaan penelitian pengembangan pertanian / ARMP NTB.
 Karakteristik data yang digunakan adalah data vector.
 Meta data pada pengerjaan tugas akhir ini tidak tercantum dalam peta yang telah diberikan kepada kami.
 Data peta administrasi kecamatan yang ber-type (.jpg) diperoleh dari CV.Surya Perdana Konsultan
Berdasarkan peta yang diperoleh dari BPTP berikut ini merupakan data – data kesesuaian lahan berdasarkan S1, S2, S3 dan N dan peta administrasi kecamatan Lombok Barat.
1. Data Kesesuaian Lahan Untuk Padi Sawah Irigasi Di daerah Lombok Barat Berdasarkan S1, S2, S3 dan N

Gambar 3.2 Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan S2, S3 dan N Serta Daerah
Pembatasnya Pemukiman / Kampung (X1), Lembah Sungai Curam (X2), Danau (X3)
dan Kawasan Wisata (X4) (BPTP,2007).

Pada gambar 3.2 peta kesesuaian lahan telah menggambarkan bahwa daerah untuk S1 tidak ada di daerah Lombok Barat sehingga tidak diperlukan analisa spasial pada daerah S1. Data tabular peta kesesuaian lahan pada gambar 3.2 dapat dilihat pada lampiran 1.
2. Data Peta Administrasi Kecamatan Lombok Barat
Gambar 3.3 Peta Lombok Barat Berdasarkan Administrasi Kecamatan (Sebelum Dilakukan Pengeditan) (BPTP,2007)

Pada gambar 3.3 diatas adalah data yang telah dilakukan editing untuk cara – cara melakukan editing pada data spasial dapat dilihat pada bab IV gambar 4.1. Data tabular dari peta administrasi kecamatan pada gambar 3.3 dapat dilihat pada lampiran 2. Data tabular peta administrasi kecamatan yang telah diedit dapat dilihat pada lampiran 3.
Pada peta yang diperoleh dari BPTP ada 13 kecamatan termasuk kodya mataram sedangkan peta yang baru ada 15 kecamatan tidak termasuk dengan kodya mataram. Untuk melakukan digitasi peta diperlukan beberapa peta yang diperoleh dari CV. Surya perdana Konsultan. Peta yang penulis peroleh berupa peta yang ber-type (.jpg) per-kecamatan Lombok Barat. Berikut merupakan peta – peta per-kecamatan Lombok Barat sebagai berikut :
Gambar 3.4 Peta Kecamatan Lombok Barat
3.3.2 Analisa
Pada kantor BPTP sudah melakukan analisa kesesuaian lahan tetapi penulis melakukan pengembangan dengan menggunakan software arc view 3.3 untuk melakukan analisa spasial. Analisa spasial digunakan untuk menganalisa kesesuaian lahan untuk tanaman padi. Dalam analisa spasial ini penulis dapat menginformasikan kesesuaian lahan yang S2, S3 dan N karena Lombok Barat hanya mempunyai 3 daerah kesesuaian lahan dapat dilihat pada gambar 3.2.

3.4 Desain Analisa Spasial Dan Proses Yang Dilakukan Pada Arc View 3.3
3.4.1 Desain Analisa Spasial
Berikut ini merupakan proses – proses yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai :
Gambar 3.4 Analisa Spasial Untuk Daerah S2, S3, Dan N

3.4.2 Koleksi Data
Dalam pengerjaan tugas akhir ini memerlukan koleksi data peta eval.shp dan peta kec_baru.shp. Ada pula proses – proses yang dilakukan oleh software (Arc View) sebagai berikut :
1. Untuk Kesesuaian Lahan S2, S3, dan N
– Query peta eval.shp beri nama filenya dengan (s2,s3,n.shp)
– Hasil Query dilakukan intersect dengan kec_baru.shp beri nama filenya dengan (itsct_s2,s3,n.shp)
2. Untuk Kesesuaian Lahan N
– Hasil dari intersect (itsct_s2,s3,n.shp) query daerah N untuk menghasilkan daerah N (qn.shp).
3. Untuk Kesesuaian Lahan N Pertanian
– Query qn.shp dengan mengambil daerah pertanian.
4. Untuk Kesesuaian Lahan N Hutan
– Query qn.shp dengan mengambil daerah hutan.
5. Untuk Kesesuaian Lahan N Tambak
– Query qn.shp dengan mengambil daerah tambak.
6. Untuk Kesesuaian Lahan N Mangroove
– Query qn.shp dengan mengambil daerah mangroove.
Berikut ini merupakan rancangan / rencana dari output (layout) yang akan dihasilkan berupa :

a. Soft Print
Pada gambar 3.15 ini, soft print merupakan layout yang ada pada software yang belum dicetak. Untuk memunculkan layout pada software click View, Layout maka akan muncul tampilan sebagai berikut :

Gambar 3.5 Rencana Layout Dalam Bentuk Pada Software.
Keterangan :
Judul Peta : Judul dari peta yang akan ditampilkan ke dalam view.
Legenda Peta : Keterangan peta.
Arah Peta : Menunjukkan simbol arah mata angin dalam peta.
Skala Peta : Menunjukkan skala peta yang ada di permukaan bumi.
View : Peta yang akan ditampilkan.
Sumber Peta : Sumber peta yang penulis dapatkan
Nama Penyusun : Yang menyusun layout
Logo STMIK : Nama lembaga pendidikan

b. Hard Print
Pada Gambar 3.16 ini, merupakan rancangan / rencana layout yang akan dihasilkan sebagai dicetakan.

Gambar 3.6 Rencana Layout Dalam Bentuk Cetakan.
Keterangan :
Judul Peta : Merupakan judul dari peta yang akan ditampilkan ke dalam view.
Legenda Peta : Keterangan peta.
Arah Peta : Menunjukkan simbol arah mata agin pada peta.
Skala Peta : Menunjukkan skala peta yang ada di permukaan bumi.
View : Peta yang akan ditampilkan
Sumber Peta : Sumber peta yang penulis dapatkan
Nama Penyusun : Yang menyusun layout
Logo STMIK : Nama lembaga pendidikan

c. Layout Kertas
Layout kertas digunakan untuk setting kertas waktu akan dicetak / diprint. Berikut merupakan kertas yang digunakan oleh penulis :
– Kertas yang digunakan A3 80 grm
– Bentuk kertas landscape